Ilustrasi: www.health.liputan6.com/sockmd.com
Di grup facebook Solusi Bipolar, saya membaca status kekhatiran seorang ibu yang puteranya didiangnosa mengidap gangguan bipolar. Berikut kutifan curhat ibu Lilis Setiawati, di dinding grup:
Sepulang rawat inap diagnosa terakhir anak saya yang ditulis dokter di surat kontrol paska perawatan yaitu Skizofrenia Hebefrenik / Skizoafektif tipe Manik. Di kasih obat cuma Hallo dan Thp untuk satu minggu. Sampai di rumah terjadi prilaku aneh, baju hampir habis di bagi-bagi, salaman terus dan sedekah terus.
Kontrol berikutnya saya minta mood stabilizer, alhamdulilah prilaku aneh berkurang tapi waham makin banyak. Kontrol berikutnya di kasih rizodal, alhamdulilah kondisinya sekarang membaik, gak bagi-bagi baju lagi tapi bagi-bagi permen ke anak-anak. Besok mau kontrol lagi.
Seorang member grup, Abahriza Mohamad, memberi nasihat yang menguatkan, “Kuncinya sabar Bu, berusaha terus kontak dengan psikiater dan terakhir berdo’a. Saya juga pernah mengalaminya.”
Saya juga ikut memberi masukan untuk ibu Lilis, sebuah saran spontan yang saya tulis di kolom komentar. Saran yang saya tulis di bawah ini adalah kutifan dari komentar di grup, tapi sudah saya lengkapi dengan tambahan beberapa hal, terkait upaya membantu proses pemulihan penderita gangguan bipolar.
Jika dia suka olahraga, lebih bagus olahraga permainan, coba diarahkan agar dia punya lebih banyak waktu untuk menekuni hobi olahraganya tapi tetap dimonitor. Pengalaman saya, olahraga cukup efektif menyalurkan gejolak emosi dan energi yang meluap ke dalam aktivitas fisik.
Mengapa memilih aktifitas fisik sebagai media menyalurkan semangat yang meluap dan membubung tinggi? Karena dalam aktivitas fisik seperti olahraga (lebih bagus olahraga permainan yang meliabatkan team), bukan sekedar melakukan olah fisik, tapi juga olah mental dan interaksi sosial.
Buat ibu Lilis, butuh kegigihan dan kesabaran ekstra mendampingi dan membantu pemulihan penderita gangguan jiwa seperti yang di alamai putra tercinta. Dia butuh perhatian, cinta dan kasih sayang seorang ibu yang tiada bandingannya. Tapi menyayangi bukan berarti memanjakan dan menuruti semua keinginannya. Ibu harus tetap mengajari dan melatih dia disiplin menjalani terapi dan mengkonsumsi obat kalau memang dianjurkan psikiater.
Dulu ketika saya berada di puncak gangguan bipolar, saya merasakan betul betapa dukungan, pendampingan dan kesabaran ayah saya sangat membantu saya bertahan. Kesabarannya yang luar biasa, memberi saya kekuatan dan motivasi untuk terus berusaha memulihkan kondisi psikis.
Tapi, disaat-saat tertentu dia juga tegas. Dia tetap menyuruh saya sekolah dan bekerja. Dia juga menyuruh saya bersosialisasi dan membuka diri. Lebih detail soal bagaimana peran ayah dalam membantu saya pulih dari gangguan bipolar, sudah saya paparkan secara gamblang di buku/ebook “Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah”.
Kontrol dan konsultasi rutin dengan psikiater perlu terus dijalani, sambil mengedukasi dan memberi pemahaman yang benar kepada sang putera, bagaimana seharusnya dia menjalani terapi dan pengobatan. Setelah dia memahami apa yang terjadi dengan dirinya semoga pada saatnya dia juga menyadari dan menerima dengan ikhlas apa yang terjadi dengan dirinya.
Jika dia sudah sadar dan bisa menerima diri apa adanya, proses pengobatan akan lebih mudah dan lebih efektif. Proses pemulihan kondisi psikisnya pun akan lebih cepat. Karena yang terpenting dari pengobatan gangguan jiwa adalah ada keinginan yang kuat, semangat, antusiasme dan optimisme dari si penderita untuk pulih dan kembali menjalani kehidupan yang normal.
Demikian, artikel singkat ini mencoba memberi solusi praktis tentang bagaimana mendukung dan mendampingi penderita gangguan bipolar menjalani terapi dan pengobatan.
Semoga artikel ini bermanfaat.
Salam sehat jiwa.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan sampaikan pendapat anda di komentar.