Tangani Gangguan Bipolar dengan Sikap dan Tindakan Positif

Oleh Tarjum

Ilustrasi: flexmedia.co.id

Beberapa waktu yang lalu saya menulis status berikut ini di grup facebook “Solusi Bipolar” :

Alhamdulilah, saya bersyukur klo dari waktu ke waktu grup ini semakin sepi. Artinya semakin sedikit member grup ini yang punya masalah psikis. Artinya pula, semakin banyak member yang mulai pulih, bisa mengelola suasana hatinya, bisa “Berdamai dengan Bipolar” (seperti judul ebook saya) dan bisa berdamai dengan diri-sendiri. Semoga demikian adanya.

Seperti biasa ada komentar dari teman-teman member grup. Yang pertama dari Anna Husien Geboy, salah seorang survival bipolar yang suka nulis status dan komentar blak-blakan, disusul komentar Rully Ramdhany, survival bipolar juga. Berikut rekaman percakapan singkat kami di grup Solusi Bipolar.

Anna Husien Geboy: Malu kang Tarjum ngeluh terus, mendingan dinikmati aje..

Tarjum: Mpok Anna, betul dinikmati aja, semua itu anugerah dari-Nya juga, hanya mungkin cara pandang kita yang berbeda. Yang merasa sudah pulih, silakan share pengalamannya kepada teman-teman yang masih dalam proses pemulihan, saling bantu dan menguatkan. Klo ceritanya panjang, dibikin ebook atau buku biar bisa menyebar lebih luas dan menjangkau ke polosok negeri, sampai ke daerah terpencil sekalipun.

Rully Ramdhany: Saya juga sebenarnya masih ada masalah, tapi ya gimana lagi... ini udah suratan takdir buat saya. Mengeluh nggak akan membuat persoalan saya selesai... ya udah lebih baik disyukurin aja, toh pada akhirnya semua akan kembali ke haribaan-Nya. Maaf mas Tarjum saya nggak bisa menulis, jadi cuman begini uneg-uneg saya. Dikatakan sakit juga enggak, dikatakan sehat juga nggak. Ada solusinya mas Tarjum?

Tarjum: Mas Rully, nih buktinya bisa nulis. Saran saya, pertama terima dan syukuri apa yang terjadi dengan diri kita. Tetap ikhtiar dan berdo’a, karena pemulihan butuh proses. Bagikan apa yang kita tahu atau pengalaman kita mengatasi gangguan jiwa kepada yang lain. Ketika orang lain senang dengan apa yang kita bagi, kita juga senang. Akumulasi kesenangan-kesenangan kecil itulah obat mujarab untuk pemulihan problem psikis kita. Gali dan kembangkan potensi diri kita, karena itu juga akan membuat kita bahagia dan makin positif.

Seperti yang saya tulis di atas salah satunya. coba perhatikan diri sendiri. Lihat kekurangan dan kelebihan diri. Coba gali potensi diri yang mungkin selama ini belum dikembangkan. Cari tahu apa yang anda sukai atau hobi yang belum dikembangkan. Jalani semua aktivitas itu dengan sepenuh hati, kalau bisa sampai berprestasi. Lakukan aktivitas yang positif dan jangan membiarkan diri makin terfuruk, terlena dalam kemalasan atau menarik diri dari lingkungan pergaulan. Intinya lakukan aktivitas dan jangan berdiam diri.

Dari obrolan di atas, saya coba manarik kesimpulan. Problem kehidupan apa pun, termasuk diantaranya problem kejiwaan, harus dicari solusi penanganannya dan segera bertindak untuk mengatasinya. Tak cukup hanya mengeluh atau meratapi nasib buruk yang menimpa kita. Yang terpenting dari semua usaha mencari solusi dan mengatasi gangguan kejiwaan, khususnya gangguan bipolar, adalah cara kita menyikapi apa yang terjadi pada diri kita. Sikapi apa yang terjadi dengan cara yang positif.

Jangan berpikir dan bersikap negatif terhadap diri sendiri. Salah satu diantara sikap negatif penyandang bipolar adalah menstigma diri sendiri. Tanggung jawab panuh penanganan dan pemulihan gangguan jiwa ada di tangan kita sendiri. Jadi mulailah dari diri sendiri untuk berpikir, bersikap dan bertindak positif.

Tak lupa saya ucapkan “SELAMAT TAHUN BARU 2014”.

Mari kita awali tahun baru yang penuh harapan ini dengan sikap dan cara pandang yang positif.

    




Kekhawatiran Seorang Ibu yang Puteranya Mengalami Bipolar

                                        Ilustrasi: www.health.liputan6.com/sockmd.com

Di grup facebook Solusi Bipolar, saya membaca status kekhatiran seorang ibu yang puteranya didiangnosa mengidap gangguan bipolar. Berikut kutifan curhat ibu Lilis Setiawati, di dinding grup:

Sepulang rawat inap diagnosa terakhir anak saya yang ditulis dokter di surat kontrol paska perawatan yaitu Skizofrenia Hebefrenik / Skizoafektif tipe Manik. Di kasih obat cuma Hallo dan Thp untuk satu minggu. Sampai di rumah terjadi prilaku aneh, baju hampir habis di bagi-bagi, salaman terus dan sedekah terus.

Kontrol berikutnya saya minta mood stabilizer, alhamdulilah prilaku aneh berkurang tapi waham makin banyak. Kontrol berikutnya di kasih rizodal, alhamdulilah kondisinya sekarang membaik, gak bagi-bagi baju lagi tapi bagi-bagi permen ke anak-anak. Besok mau kontrol lagi.

Seorang member grup, Abahriza Mohamad, memberi nasihat yang menguatkan, “Kuncinya sabar Bu, berusaha terus kontak dengan psikiater dan terakhir berdo’a. Saya juga pernah mengalaminya.”

Saya juga ikut memberi masukan untuk ibu Lilis, sebuah saran spontan yang saya tulis di kolom komentar. Saran yang saya tulis di bawah ini adalah kutifan dari komentar di grup, tapi sudah saya lengkapi dengan tambahan beberapa hal, terkait upaya membantu proses pemulihan penderita gangguan bipolar.

Jika dia suka olahraga, lebih bagus olahraga permainan, coba diarahkan agar dia punya lebih banyak waktu untuk menekuni hobi olahraganya tapi tetap dimonitor. Pengalaman saya, olahraga cukup efektif menyalurkan gejolak emosi dan energi yang meluap ke dalam aktivitas fisik.

Mengapa memilih aktifitas fisik sebagai media menyalurkan semangat yang meluap dan membubung tinggi? Karena dalam aktivitas fisik seperti olahraga (lebih bagus olahraga permainan yang meliabatkan team), bukan sekedar melakukan olah fisik, tapi juga olah mental dan interaksi sosial.

Buat ibu Lilis, butuh kegigihan dan kesabaran ekstra mendampingi dan membantu pemulihan penderita gangguan jiwa seperti yang di alamai putra tercinta. Dia butuh perhatian, cinta dan kasih sayang seorang ibu yang tiada bandingannya. Tapi menyayangi bukan berarti memanjakan dan menuruti semua keinginannya. Ibu harus tetap mengajari dan melatih dia disiplin menjalani terapi dan mengkonsumsi obat kalau memang dianjurkan psikiater.

Dulu ketika saya berada di puncak gangguan bipolar, saya merasakan betul betapa dukungan, pendampingan dan kesabaran ayah saya sangat membantu saya bertahan. Kesabarannya yang luar biasa, memberi saya kekuatan dan motivasi untuk terus berusaha memulihkan kondisi psikis.

Tapi, disaat-saat tertentu dia juga tegas. Dia tetap menyuruh saya sekolah dan bekerja. Dia juga menyuruh saya bersosialisasi dan membuka diri. Lebih detail soal bagaimana peran ayah dalam membantu saya pulih dari gangguan bipolar, sudah saya paparkan secara gamblang di buku/ebook “Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah”.

Kontrol dan konsultasi rutin dengan psikiater perlu terus dijalani, sambil mengedukasi dan memberi pemahaman yang benar kepada sang putera, bagaimana seharusnya dia menjalani terapi dan pengobatan. Setelah dia memahami apa yang terjadi dengan dirinya semoga pada saatnya dia juga menyadari dan menerima dengan ikhlas apa yang terjadi dengan dirinya.

Jika dia sudah sadar dan bisa menerima diri apa adanya, proses pengobatan akan lebih mudah dan lebih efektif. Proses pemulihan kondisi psikisnya pun akan lebih cepat. Karena yang terpenting dari pengobatan gangguan jiwa adalah ada keinginan yang kuat, semangat, antusiasme dan optimisme dari si penderita untuk pulih dan kembali menjalani kehidupan yang normal.

Demikian, artikel singkat ini mencoba memberi solusi praktis tentang bagaimana mendukung dan mendampingi penderita gangguan bipolar menjalani terapi dan pengobatan.
Semoga artikel ini bermanfaat.

Salam sehat jiwa.



    




Mengendalikan Perubahan Mood ODB dan Peran Obat



Beberapa orang rekan ODB (orang dengan bipolar) dan ODMK (orang dengan masalah kejiwaan), suka curhat via email, inbox facebook, telepon dan SMS. Beragam masalah yang mereka curhatkan.

Sebagian curhat tentang kesulitan bergaul, sebagian lagi tentang kesulitan mengelola moodnya, yang lain tentang kekhawatiran kecanduan obat dan yang lainnya tentang bagaimana cara agar segera pulih dari gangguan jiwa.

Kali ini saya akan membahas tentang kesulitan mengelola mood bagi seorang bipolar. Teman-teman ODB yang curhat mengenai hal ini, sebagian besar sudah pernah konsultasi ke psikiater dan sudah atau sedang mengkonsumsi obat. Mereka, rata-rata khawatir efek kecanduan dari obat. Mereka juga khawatir kalau sampai harus minum obat terus-menerus seumur hidup.

Sebagian dari mereka memilih untuk menghentikan konsumsi obat dengan alasan harga obat yang mahal atau merasa tidak ada perubahan yang berarti setelah minum obat selama jangka waktu tertentu.

Berikut penjelasan saya untuk pertanyaan diatas:

Pertama, soal mengelola mood

Harus diakui dan disadari sepenuhnya oleh ODB, bahwa proses untuk menyetabilkan mood perlu waktu, perlu kesabaran dan perlu usaha terus-menerus. Tak ada jalan pintas, prosesnya harus dijalani setahap demi setahap. Saya sering mengatakan ini di facebook, sms atau telepon. Yang penting monitor perkembangannya, ada penurunan gak intensitas fluktuasi moodnya?

Pengalaman saya dulu, pada puncaknya perubahan mood saya terjadi dalam hitungan minggu. Seminggu depresi dan seminggu manik. Lalu mulai menurun seminggu depresi dua minggu manik. Makin menurun, seminggu depresi 3 seminggu manik. Sampai akhirnya, sebulan sampai dua bulan saya tak merasakan fluktuasi mood.

Penurunan fluktuasi mood tersebut berjalan perlahan dan bertahap, berjalan sekitar satu tahun. Setelah itu apakah perubahan mood tersebut sudah tak terjadi lagi? Masih, tapi dalam intensitas yang makin menurun. Dan saya bisa merasakan perubahan itu walaupun perlahan.

Kedua, soal kekhawatiran kecanduan obat

                                                     Ilustrasi: karya Fariska Apriyani

Saya memang tidak pernah memakai obat, tapi sering konsultasi dengan psikiater, rekan-rekan ODB dan aktivis keswa tentang sejauh mana fungsi obat dalam mengendalikan perubahan mood. Saya mendengar penjelasan meyakinkan dari seorang psikiater yang dikenal dekat dengan pasiennya, dr. Hervita Diatri, SpKJ. Saya biasa menyapa beliau dr. Vita atau Mbak Vita.

Menurut dr. Vita, kurang lebih begini, konsumsi obat sifatnya hanya sementara, untuk memberi kesempatan kepada ODB belajar mengelola moodnya. Kalau ODB yang bersangkutan sudah bisa mengendalikan moodnya, konsumsi obat bisa dikurangi bahkan dihentikan secara bertahap. Obat yang diresepkan psikiater, tergolong aman dan tidak menimbulkan efek kecanduan.

Jadi kesimpulannya, mengendalikan dan menyetabilkan perubahan mood itu, perlu waktu dan proses. Demikian pula, untuk menghentikan penggunaan obat, juga perlu waktu dan bertahap, tak bisa sekaligus.

Artikel ini merupakan jawaban saya untuk pertanyaan teman-teman ODB soal pengendalian mood dan pemakaian obat. Semoga penjelasan singkat ini bisa difahami.

Salam sehat jiwa.

    




Perdebatan Sengit Soal Penyebab Manik

Oleh Tarjum


Ilustrasi: rzero92.blogspot.com


Ketika membuka grup facebook “Solusi Bipolar” yang saya kelola, saya menemukan status seorang member perempuan (LT) seperti ini:

“Percaya ga, hypermanik tuh kita kemasukan jin/ makhluk astral/makhluk halus?”

Status tersebut mendapat komentar dari seorang member perempuan (AL) yang mengangap penyebab hypernanik bukan jin tapi penyebab ilmiah yang bisa dideteksi secara medis. Maka terjadilah komentar saling berbalasan antara si penulis status dengan sang komentator.

Awalnya cuma saling mengemukakan pendapat, tapi makin ke bawah malah jadi perdebatan sengit. Yang diperdebatkan adalah soal penyebab manik pada seorang ODB. Si penulis status tetap bersikukuh, bahwa penyebab hypermanik/manik yang dirasakannya adalah karena kerasukan jin atau mahluk halus.

Berikut sebagian komentar debatnya saya kutif:

AR: Yg km rasa kyknya waham curiga deh

LT: Aku paranormal dan aku ga bohong, Ren. Yang bohong itu oknum. Aku masuk RSJ sebelum ngerti beginian

LT: Bukan curiga, Ren. Aku dah belajar supranatural ampir 6 tahunan tapi baru ngeh sekarang

AR: Hal hal yang berkaitan dengan jin, penampakan, suara suara, itu masuknya waham dan halusinasi tiana, hati hati salah persepsi.

LT: Yang bilang halusinasi itu DOKTER YANG GA BISA LIAT JIN, jangan percaya gitu aja sama dokter, Ren.

AR: Kenyataannya emang begitu, halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan, halusinasi penciuman dan perasaan ada yg ngeraba itu berasa nyata banget buat penderitanya tapi setelah diobati akhirnya sadar kalo itu cuma halusinasi tiana. Buktinya nggk ada tuh yg mati karena dibunuh jin

LT: ADA YANG MATI KARENA KENA GUNA-GUNA, TAPI RATA-RATA LEBIH SUKA NYIKSA DULU, MEREKA LEBIH PUAS.

LT: NYATA KARENA EMANG ADA, DOKTERNYA AJA YG BEGO NYEBUT ITU HALUSINASI. COBA KE DOKTER SEMBUH BRP LAMA?

LT: Rata-rata 2 tahun kan paling ga? Dalam jangka selama itu, yang nyantet kita udah males ma kita

AR: Kayaknya itu cuma di film deh, ato salah persepsi misalnya yg kanker ato tumor akut dibawa ke dukun, dibilangin karena santet padahal sudah bener2 kritis harus diobati jadinya meninggal..
LT: Kalo ruqyah/ ke dukun/ kyai/ smacamnya, sekali juga udah sembuh. Tapi ya itu, bisa dikirin lagi

LT: ITU DI KEHIDUPAN NYATA JUGA, BUKA HATI BUKA MATA BUKA TELINGA.

LT: JANGAN BERPALING DARI KEBENARAN YANG DISAMPAIKAN KALO GA MAU DIADZAB

LT: Gw bilang kaya gini karna gw sayang sama lu, Ren. Kalo ga sayang mah ngapain bilang...

AR: Kayaknya km lg manik tiana, itu waham curiga lagian siapa kita sampe orang mau nyantet. Manik itu siklus bukan kiriman jin. Lebih baik ke psikiater dan minum obat daripada ke paranormal dan dibuat paranoid sama orang orang.

LT: Terserah kamu deh, Ren. Yang penting aku udah bilang. MAU PERCAYA GA PERCAYA GA URUS.

Itulah ujung dari perdebatan dua orang member Grup Solusi Bipolar. Masing-masing bersikukuh dengan pendapatnya sendiri dan terkesan memaksakan pendapatnya kepada teman chatnya.

Karena tak ingin membiarkan perdebatan tersebut semakin sengit, saya coba menengahi kedua member tersebut dengan menulis komentar yang saya pikir tak memihak ke salah satu pihak. Ini dia komentar saya:

Dua-duanya benar, tapi dari sudut pandang yang berbeda. LT, benar bahwa hal-hal gaib itu memang ada. Benar juga bahwa ada orang yang disantet karena iri atau sakit hati. Benar juga ada orang yang mengalami gangguan jiwa karena mahluk gaib. Tapi tidak bisa digeneralisir bahwa setiap yang mengalami gangguan jiwa atau face hypernanik/manik dalam contoh kasus ini disebabkan oleh hal-hal gaib seperti jin, mahluk halus dan sejenisnya.

Seperti yang saya alami, gangguan bipolar saya bukan karena hal gaib tapi memang karena gangguan psikis. Salah satu penyebabnya mungkin karena ketidak-seimbangan biokimiawi dalam otak, walaupun hal ini belum bisa dibuktikan secara medis.

AR, juga benar, bahwa sebaiknya orang yang mengalami gangguan jiwa dibawa ke psikiater dan ditangani secara medis. Dan dari pengalaman saya pribadi juga teman-teman bipolar dan skizo yang lain--yang pernah juga ditangani paranormal dan kyai--ternyata lebih efektif penanganan secara medis. Tapi, memang ada juga pengecualian yang pulih setelah ditangani secara non medis.

Jadi gak usah diperdebatkan, LT dan AR punya keyakinan dan argumentasi masing-masing. Mengemukakan pendapat boleh tapi jangan memaksakan pendapat kita kepada orang lian, Hargai pendapat orang lain dan jadikan khasanah untuk memperkaya pemahaman kita.

    




Stop! Perdebatan dan Hujatan Tanpa Memberi Solusi

Tanggapan saya untuk komentar-komentar kritis dari kalangan yang anti-psikiatri sudah jelas.

Kritik, saran, masukan, dialog bahkan perdebatan sekalipun, jika arah dan tujuannya untuk mencari solusi penanganan bipolar, saya hargai.

Harapan Kepada Tamu Blog

Saya berharap tamu-tamu blog ini tak saling memojokan, menyalahkan apalagi menghujat, tapi saling mendukung, saling membantu dan bekerjasama untuk memberikan informasi dan mencari solusi nyata penanganan gangguan bipolar.
Selengkapnya silakan baca posting ini “Solusi Apa yang Bisa Anda Berikan untuk Penanganan Gangguan Bipolar?”


Tujuan Blog

Tujuan dan harapan saya membuat blog ini adalah untuk berbagi informasi, pengetahuan, pembelajaran dan pemahaman yang proporsional tentang gangguan bipolar kepada publik khususnya di ranah maya. Fokusnya adalah mencari solusi terbaik penanganan gangguan bipolar.
Selengkapnya silakan baca “Tentang Blog Solusi Bipolar”


Mengapa saya mengangkat komentar-komentar kritis dari kalangan “anti-psikiatri”?

Bukan untuk memicu kontroversi atau perdebatan tanpa ujung, tapi untuk mengundang para ahli memberikan komentar dan masukan agar informasinya berimbang antara yang pro dan anti-psikiatri. Dari informasi tersebut saya percaya para pembaca bisa memilih dan memilah pendapat mana yang bisa diikuti dan mana yang tidak.

Di dunia yang semakin terbuka saat ini apalagi di dunia maya yang sudah mengglobal dan tak lagi terhalang batas negara dan wilayah, kita tak bisa membendung derasnya arus informasi. Yang penting kita punya filter, untuk menyaring informasi mana yang akan kita pilih dan sesuai dengan kebutuhan kita.


Batasan Komentar Blog


Saya tidak melarang pengunjung blog ini untuk memberi komentar-komentar kritis, selama itu bermanfaat, tidak melanggar sara, hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Selama komentar itu masih dalam batas-batas etika dan kewajaran, saya masih mentolerir.

Tapi, jika komentar-komentar di blog ini sudah melanggar batasan-batasan tersebut di atas, maka saya akan bertindak tegas dengan menghapusnya. Karena kebebasan tetap ada batasnya, tidak boleh mengganggu kebebasan dan hak orang lain.


Saling Menghargai

Saya menghargai anda sekalian para pengunjung blog Solusibipolar.com, tapi saya pun berharap anda sekalian menghargai saya sebagai pemilik blog. Ibaratnya, sebagai tuan rumah saya ingin semua tamu yang berkunjung ke rumah saya merasa nyaman. Saya harap para tamu saya saling menghargai dan menghormati. Saya menghargai anda dan saya harap anda pun menghargai saya.

Kalau ada beda pendapat, silakan diskusikan dengan santun, karena saya percaya anda sekalian orang-orang yang terdidik dan terpelajar.

Berdiskusi untuk Memberi Solusi


Silakan berdiskusi secara sehat untuk saling berbagi dan memberi solusi penanganan bipolar. Bukan saling menghujat dan memojokan. Dan tujuan dari diskusi dan perdebatan itu adalah untuk mencari solusi terbaik penanganan bipolar.

Jadi, jika anda punya solusi, jangan ragu untuk berbagi.

Atas pemahaman dan pengertian anda sekalian, saya ucapkan terima kasih.

    




Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Ebook "Berdamai Dengan Bipolar"

Bagaimana mengenali dan mengatasi Gangguan Bipolar?
Bagaimana menanggapi sikap negatif orang-orang di sekitar anda?
Jika orang yang anda cintai mengalami Gangguan Bipolar, Apa yang sebaiknya anda lakukan?

Ebook ini memberi jawaban dan solusi alternatif penanganan Bipolar.



Buku "Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah"
Psikomemoar Seorang Bipolar

Buku ini bercerita tentang pergumulan saya selama bertahun-tahun dengan problem psikis yang tidak saya fahami. Yang membuat saya terus bertanya-tanya, “Apa yang terjadi dengan diri saya? Penyakit apa yang saya alami? Bagaimana cara mengatasinya?” Ironisnya, saya justru baru tahu apa yang terjadi dengan diri saya, 8 tahun setelah saya bisa melepaskan diri dari belenggunya.

Buku ini bukan hanya bercerita tentang pengalaman psikologis, tapi tentang perjuangan seorang anak petani untuk mewujudkan impiannya, Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah.

Sinopsisnya silakan baca di sini.
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code