Suatu malam saat kencan, seorang gadis bercerita pada sang pacar.
“A, tadi pagi, waktu aku pulang sekolah naik angkot, aku duduk berhadapan dengan seorang ibu, tetangga Aa.”
“Siapa ya? Kamu tahu namanya?” Tanya sang pacar, sebut saja namanya Dedi.
“Aku gak tahu namanya, tapi kenal orangnya. Rumahnya di samping tempat kerja Aa, terhalang satu rumah, yang cat rumahnya warna biru muda,” kata sang gadis, sebut saja Marni.
“Oh, ibu itu. Ya, ya, Aku kenal orangnya. Emang ada kejadian apa di mobil angkot tadi,” tanya Dedi makin penasaran.
“Tapi, Aa, jangan marah. Janji ya!”
“Ya, aku janji gak akan marah. Cepet ceritain dong kejadiannya!”
“Dia cerita soal Aa,” kata Marni, merenung sejenak, mengingat kembali kejadian di mobil angkot tadi siang. “Dia kayaknya nggak tahu bahwa aku pacar Aa. Dia ngobrol dengan seorang ibu yang duduk disampingnya. Dia cerita bahwa Aa, tuh dulu pernah mengalami gangguan jiwa. Dia menyebutnya stress, tapi sekarang sudah sembuh katanya,”
“Oh gitu ya. Terus perasaan kamu gimana ketika denger cerita itu?” Tanya Dedi. Matanya menatap tajam mata Marni.
“Nggak enak sih dengernya. Maksudku, aku nggak rela ada orang yang ngomongin masa lalu Aa, kayak gitu ditempat umum,” jawab Marni.
“Makasih ya, atas simpati kamu. Terima kasih juga kamu mau menerima aku apa adanya dan nggak terpengaruh oleh omongan negatif orang lain.”
“Emang Aa, gak malu atau marah klo ada yang ngomongin kayak gitu?” Tanya Marni.
“Ngapain mesti malu atau marah, apa yang dia omongin benar kok!” jawab Dedi tegas. “Aku sudah membuka diri, tak ada yang dirahasiakan dari diriku, termasuk masa laluku. Apa yang aku ceritakan pada kamu, itulah diriku yang sebenarnya, tak ada yang aku tutupi. Alhamdulillah klo kamu mau nerima aku apa adanya. Klo nggak, gak masalah bagiku, aku merasa nyaman dan mencintai diriku apa adanya. Diriku adalah pemberian terbaik dari sang maha pencipta. Aku bersyukur atas segala pemberian Tuhan untukku.” Jawab Dedi panjang lebar, diakhiri dengan seulas senyum dan pandangan mata yang menyejukan hati sang kekasih.
Stigma Negatif Penderita Gangguan Jiwa
Teman-teman, mungkin diantara anda pernah mengalami kejadian seperti cerita di atas, dengan kisah yang berbeda tentunya. Mendengar gunjingan atau omongan-omongan bernada negatif terhadap orang-orang yang mengalami gangguan jiwa.
Setigma negatif terhadap penderita ganguan jiwa memang masih melekat kuat di masyarakat, baik di pedesaan maupun di perkotaan, di lingkungan masyarakat tradisional maupun modern.
Kita memang tak bisa menghilangkan stigma negatif itu dengan mudah, karena sudah mengakar kuat di masyarakat. Namun kita bisa berusaha memberikan pemahaman yang proporsional tentang gangguan jiwa kepda publik, dengan harapan stigma negatif itu bisa dikikis, diminimalisir sampai akhirnya dihapus.
Namun, satu hal yang pasti, kita bisa mengubah cara kita menyikapi stigma negatif tersebut dengan sikap yang positif. Jangan biarkan sikap dan pandangan negatif mereka terhadap kita (ODMK) mempengaruhi dan mendikte kita. Kita mempunyai kekuasaan dan kendali penuh untuk menentukan sikap dan tindakan terbaik yang akan kita lakukan.
Apa pun yang terjadi dengan diri kita dan di sekitar kita, roda kehidupan akan terus berputar. Kita tak bisa menyia-nyiakan waktu berharga yang kita miliki hanya untuk memikirkan sikap negatif orang lain kepada kita. Kita tak bisa buang-buang energi hanya untuk menanggapi perlakuan negatif mereka.
Lebih baik kita isi hari-hari kita dengan aktivitas-aktivitas kreatif yang akan memberi nilai tambah terhadap hidup kita. Nilai tambah yang akan membuat diri dan kehidupan kita lebih bermakna bagi diri sendiri dan orang lain.
Jiwa yang merdeka tak lagi terpengaruh oleh pujian yang membahagiaakan maupun kritik yang menyakitkan.
Oh, ya. Mungkin anda bertanya-tanya, dialong sang gadis dengan pacarnya dalam cerita diatas apakah hanya fiksi atau cerita nyata?
Oke, saya buka rahasia. Cerita di atas adalah cerita nyata. Nama kedua tokoh disamarkan. Dialognya tidak persis seperti di atas, tapi inti topik dialognya seperti itu.
Siapa sebenarnya dua tokoh dalam cerita tersebut?
Yang satu ini, untuk menjaga privasi sang tokoh, saya tidak bisa membeberkannya di sini.
Jika anda punya pengalaman atau cerita-cerita unik seperti ini, silakan sampaikan di komentar atau kirim ke editor blog ini.
Jika menurut anda artikel ini cukup menarik dan bermanfaat silakan share di twitter atau facebook.
Tarjum adalah pendiri dan editor solusibipolar.com, Curhatkita, Forum Curhat, Grup Facebook Teman Curhat dan Solusi Bipolar. Penulis buku "Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah". Anda bisa kenal lebih dekat dengan Tarjum di sini. Ikuti Tarjum di Facebook, Twitter, Google+ dan LingkedIn.
Jangan Biarkan Stigma Negatif Gangguan Jiwa Mendikte Kita
Ebook "Berdamai Dengan Bipolar"
Bagaimana mengenali dan mengatasi Gangguan Bipolar?
Bagaimana menanggapi sikap negatif orang-orang di sekitar anda?
Jika orang yang anda cintai mengalami Gangguan Bipolar, Apa yang sebaiknya anda lakukan?
Ebook ini memberi jawaban dan solusi alternatif penanganan Bipolar.
Bagaimana mengenali dan mengatasi Gangguan Bipolar?
Bagaimana menanggapi sikap negatif orang-orang di sekitar anda?
Jika orang yang anda cintai mengalami Gangguan Bipolar, Apa yang sebaiknya anda lakukan?
Ebook ini memberi jawaban dan solusi alternatif penanganan Bipolar.
Buku "Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah"
Psikomemoar Seorang Bipolar
Buku ini bercerita tentang pergumulan saya selama bertahun-tahun dengan problem psikis yang tidak saya fahami. Yang membuat saya terus bertanya-tanya, “Apa yang terjadi dengan diri saya? Penyakit apa yang saya alami? Bagaimana cara mengatasinya?” Ironisnya, saya justru baru tahu apa yang terjadi dengan diri saya, 8 tahun setelah saya bisa melepaskan diri dari belenggunya.
Buku ini bukan hanya bercerita tentang pengalaman psikologis, tapi tentang perjuangan seorang anak petani untuk mewujudkan impiannya, Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah.
Sinopsisnya silakan baca di sini.
Psikomemoar Seorang Bipolar
Buku ini bercerita tentang pergumulan saya selama bertahun-tahun dengan problem psikis yang tidak saya fahami. Yang membuat saya terus bertanya-tanya, “Apa yang terjadi dengan diri saya? Penyakit apa yang saya alami? Bagaimana cara mengatasinya?” Ironisnya, saya justru baru tahu apa yang terjadi dengan diri saya, 8 tahun setelah saya bisa melepaskan diri dari belenggunya.
Buku ini bukan hanya bercerita tentang pengalaman psikologis, tapi tentang perjuangan seorang anak petani untuk mewujudkan impiannya, Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah.
Sinopsisnya silakan baca di sini.
2 komentar:
saya tidak takut dengan masalah Bipolar saya, malah saya tertarik untuk menantang pasangan saya, 'Gak takut, punya pasangan Bipolar ? Mumpung kita belom tunangan ato nikah, kamu ga sadar resikonya punya pasangan Bipolar, nanti bisa ga mandiri, bisa kumat, dsb...'. Jawabannya, 'Ya, takut juga seh, sadar kok, sudah menempuh resiko ini dan kita uda sampe sejauh ini.'
Karena cinta, dia rela mengorbankan semuanya, karena itu, saya hanya bisa tersenyum, untung saya dikasi penyakit Bipolar ini, hanya orang2 yang betul2 mencintai saya, yang tak akan meninggalkan saya bahkan di saat terpuruk sekalipun. Saya juga bersyukur, kejadian ini berlangsung sebelum saya bertunangan atau menikah, karena hanya orang yang benar2 sayang dan peduli sama kita, yang tak akan meninggalkan kita sendirian. Saya juga bersyukur, diberi keluarga dan pasangan yang sangat pengertian. Dan April/Mei ini kami akan bertunangan.
Anonim, terima kasih sudah berkunjung dan sharing di blog ini.
Saya salut atas keberanian dan kejujuran anda untuk berterus terang kepada pasangan anda bahwa anda mengalami bipolar.
Apa pun yang Tuhan berikan pada kita, walau kadang dalam pandangan kita negatif, selalu ada hikmah dibaliknya. Ada skenario Tuhan yang tak kita fahami dengan apa yang terjadi pada kita.
Anda juga mampu bersikap positif dengan mensyukuri atas apa yang terjadi pada diri dan hidup anda, salut. Tuhan sudah berjanji, akan menambah nikmatnya kepada hamba-hambanya yang pandai bersyukur.
Posting Komentar
Silakan sampaikan pendapat anda di komentar.